ini contoh yang kedua (PTK) yang akan saya share ke kakak-kakak.
Hubungan
antara Persepsi Siswa Tentang Suasana Belajar di Dalam Kelas dengan Hasil Belajar
Siswa Kelas X pada Mata Pelajaran Fisika SMA Negeri 4 Kerinci.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sasaran utama Pendidikan adalah sesuai dengan tujuan Pendidikan nasional,
yaitu: ”Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan
kerja sama yang baik antara Pemerintah, Guru, Siswa, dan semua pihak yang
berhubungan dengan Pendidikan.
Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan
salah satu pendidikan formal dan sekaligus merupakan sub sistem dari sistem
pendidikan nasional. Untuk itu Sekolah Menengah Atas menyelenggarakan program
pendidikan untuk beberapa jenis pendidikan umum. SMA merupakan lembaga pendidikan
dengan tujuan untuk meningkatkan
kecerdasan pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Sehubungan dengan tujuan di atas, maka upaya yang dilakukan pemerintah dengan
pihak sekolah serta lembaga-lembaga terkait yaitu dengan merancang sebuah
pelaksanaan pembelajaran mengacu kepada terciptanya kurikulum terstruktur dalam
rangka tercapainya tujuan pendidikan
dimaksud.
Salah satu
SMA yang ada di Kabupaten Kerinci adalah SMAN 4 Kerinci, memiliki jurusan IPA
(Ilmu Pengetahuan Alam) dan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Terkait dengan itu,
penulis dapat melihat permasalahan yang terjadi
pada satu mata pelajaran yang ada di IPA, yaitu mata pelajaran adalah
FISIKA, dan salah satu permasalahannya adalah rendahnya hasil belajar siswa
kelas X SMAN 4 Kerinci pada matapelajaran Fisika, datanya sebagai berikut (lihat
Tabel 1).
Tabel 1. Persentase kelulusan siswa kelas X
SMAN 4 Kerinci dalam matapelajaran
FISIKA.
TAHUN
|
NILAI
|
NILAI
|
||
SISWA
|
≥75
|
SISWA
|
≤75
|
|
2015
|
19
|
60%
|
12
|
40%
|
2016
|
17
|
57%
|
12
|
43%
|
2017
|
15
|
50%
|
15
|
50%
|
Sumber : Tata
Usaha SMA Negeri 4 Kerinci
Berdasarkan observasi
yang penulis lakukan di SMA Negeri 4 Kerinci, ditemukan motivasi belajar siswa
dalam mata pelajaran Fisika Kelas X masih rendah, hal ini diindikasikan
berbagai hal seperti: siswa yang sering datang terlambat, siswa sering keluar
masuk ruangan, siswa mengumpulkan tugas tidak tepat waktu, dan perhatian siswa
terhadap pembelajaran yang masih kurang.
Dari tinjauan penulis, guru masih menerapkan
model pembelajaran teacher center, karena
guru hanya membacakan materi pada saat proses pembelajaran berlangsung sehingga
siswa hanya bisa mendengarkan, tanpa dapat berinteraksi langsung dengan, guru
dan juga kurangnya suasana yang nyaman dan menyenangkan disebabkan kapasitas
ruang tidak sesuai dengan banyak siswa, udara
yang begitu kurang mendukung dikarenakan tinggi loteng kurang lebih tiga meter.
Dari observasi penulis tentang sarana dan prasarana di SMAN 4 Kerinci masih
kurang tersedia, hal ini menyebabkan pembelajaran kurang optimal dan
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas X pada mata pelajaran Fisika.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul Hubungan antara Persepsi Siswa Tentang Suasana Belajar di Dalam Kelas dengan
Hasil Belajar Siswa Kelas X pada Mata Pelajaran Fisika SMA Negeri 4 Kerinci.
B. Identifikasi Masalah
Sebagaimana
yang dikemukakan dalam latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasi
beberapa masalah antara lain:
1. Rendahnya motivasi
belajar siswa.
2. Pembelajaran yang
masih bersifat teacher center
3. Kurangnya suasana
yang nyaman dan menyenangkan dalam kelas
4. Sarana dan prasarana
kelas yang kurang tersedia
C. Pembatasan Masalah
Mengingat
luasnya cakupan masalah serta adanya keterbatasan dana, waktu dan tenaga, namun
agar penelitian ini lebih terarah. Maka penulis membatasi masalah yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Hubungan persepsi
siswa tentang suasana belajar di dalam kelas dengan hasil belajar siswa kelas X
pada Mata Pelajaran Fisika SMAN 4
Kerinci tahun ajaran 2018/2019.
2. Hasil belajar yang
dimaksud adalah nilai rapor siswa kelas X pada Mata Pelajaran Fisika SMAN 4 Kerinci pada semester Juli – Desember
2018.
D. Perumusan Masalah
Dari
pembatasan masalah di atas maka perumusan masalah penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara persepsi
siswa terhadap suasana belajar di dalam kelas dengan hasil belajar pada Mata
Pelajaran Fisika SMAN 4 Kerinci tahun
ajaran 2018/2019?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengungkapkan hubungan antara pesepsi siswa
terhadap suasana belajar di dalam kelas dengan hasil belajar pada Mata
Pelajaran Fisika SMAN 4 Kerinci tahun
ajaran 2018/2019?
F. Manfaat Penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:
- Bahan masukan bagi pengelola SMK N 4 Kerinci (Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Kepala Tata Usaha).
- Bahan masukan bagi guru dalam rangka menciptakan suasana belajar yang baik dan nyaman dalam proses belajar mengajar.
- Sebagai referensi tambahan bagi peneliti lain yang akan meneliti masalah yang relevan.
BAB II
BAHASAN TEORI
A.
Belajar
Belajar
bukan menghafal dan bukan pula mengingat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Sudjana (2002 : 28) bahwa : Belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar
adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.
Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat di tunjukkan dalam berbagai bentuk
seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya,
keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya
dan lain-lain aspek yang ada pada individu.
Sedangkan
menurut Purwanto ﴾1994
: 81﴿ “Belajar adalah suatu perubahan didalam
kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang
berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian dan suatu pengertian”.
Selanjutnya
Mudzakir ﴾1995 : 34 ﴿mengemukakan “Belajar adalah suatu usaha, perbuatan yang dilakukan
dengan sungguh-sungguh, dengan sistematis, mendayagunakan semua potensi yang
dimiliki, baik fisik, mental serta dana, panca indera, otak dan anggota tubuh
lainnya, demikian pula aspek-aspek kejiwaan seperti intelegensi, bakat, motivasi,
minat dan sebagainya”.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan
kepribadian yang dinyatakan dalam tingkah laku. Belajar dapat terjadi
dimana-mana baik secara formal maupun non formal, maka belajar dapat terjadi di
ruangan kelas, di tempat kerja, di rumah, di workshop di perpustakaan, dan
banyak lagi lainnya.
B.
Suasana Belajar
Suasana belajar di dalam kelas merupakan faktor yang sangat berpengaruh
terhadap kelancaran proses belajar mengajar. Suasana belajar di dalam kelas yang tenang, bersih, aman dan teratur
dapat menumbuhkan motivasi dan ketahanan/betah dalam belajar. Usaha untuk
menciptakan suasana belajar di kelas yang menyenangkan, manggairahkan dan
menimbulkan motivasi belajar yang berkaitan erat dengan pengajaran yaitu guru
dalam pengelolaan kelas.
Agar terciptanya suasana belajar yang menggairahkan, perlu diperhatikan
pengaturan/penataan ruang kelas. Sebagimana yang dikemukakan oleh Sumiawan,
(1992 : 64) bahwa: Agar terciptanya suasana belajar yang menggairahkan, perlu
diperhatikan pengaturan/penataan ruang kelas. Penyusunan dan pengaturan ruang
belajar hendaknya memungkinkan anak duduk berkelompok-berkelompok dan
memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu siswa dalam belajar. Dalam
pengaturan ruang belajar, hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu ukuran dan
bentuk kelas, bangku dan meja siswa, jumlah siswa dalam kelas, jumlah siswa
setiap kelompok, siswa yang pandai dan yang kurang pandai serta pria dan
wanita.
Dalam belajar pertama-tama suasana hati perlu dikendalikan. Suasana hati
yang tegang, marah dan sedih akan mengganggu proses belajar mengajar. Selain
itu suasana lingkungan tempat belajar hendaklah tenang, nyaman, aman atau
sebaliknya. Suasana hubungan sosial dalam kelas mencakup hubungan sosial antara
siswa dengan guru maupun antara siswa dengan siswa.
Suasana belajar adalah salah satu dari empat komponen utama belajar yaitu
pelajaran, pengajaran, kemampuan dan lingkungan belajar. Anderson yang dikutip
oleh Muchtar (1986: 12) mendefinisikan suasana belajar sebagai berikut :
Hubungan interpersonal antara sesama
siswa, hubungan antara siswa dengan guru
mereka, hubungan antara siswa baik dengan materi pelajaran maupun dengan metode
mengajarnya serta persepsi terhadap karekteristik struktur dari kelas mereka.
Dari pendapat-pendapat di atas dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa
suasana belajar adalah suasana waktu terjadinya proses belajar mengajar di
dalam kelas atau keadaan yang terjadi di sekitar lingkungan kelas.
Anderson dan Welberg yang dikutip oleh Muchtar (1986:11) membuat suatu
instrumen Learning Environment Inventory
(LEI) yang mempunyai empat belas dimensi yang melukiskan suasana belajar
yang dirasakan oleh siswa di dalam kelas di mana proses belajar mengajar
berlangsung. Keempat belas
dimensi suasana belajar itu nantinya akan menjadi indikator-indikator dalam
penelitian ini. Indikator-indikator suasana belajar di kelas tersebut adalah
sebagai berikut : Keakraban, Formalitas, Keefektifan waktu guru, Lingkungan
Fisik, Ketenangan, Tidak pilih kasih, Kesulitan, Kepedulian, Demokrasi, Kepuasan,
Keteraturan, Kompetisi, Tidak ada keragaman dan Pengarahan tujuan pengajaran.
1.
Keakraban
Di dalam kelas
terdapat perbedaan status sosial antara siswa dengan siswa lainnya. Siswa yang
memiliki hubungan baik akan mampu menciptakan perasaan bersatu dan kebersamaan.
Dengan terciptanya keadaan tersebut berkembanglah sikap saling menyenangi
antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya, sehingga kegiatan-kegiatan
kelas dapat berjalan dengan lancar sebagaimana yang diharapkan.
Perasaan saling
menyenangi antara sesama siswa dalam menghadapi segala kegiatan kelas tersebut,
dikemukanan oleh Nawawi (1983 : 61) sebagai berikut:
Perasaan senang antara sesama siswa akan
memperkuat perasaan kebersamaan siswa didalam suatu kelas, yang dinyatakan
dalam bentuk kebanggan terhadap kelas yang selalu bersatu padu dalam menghadapi
segala kegiatan dan persoalan.
Dari
pendapat Nawawi di atas jelaslah bahwa perasaan akrab antara sesama siswa akan
dapat membantu dalam melaksanakan kegiatan dan menyelesaikan persoalan di dalam
kelas dan terciptanya hubungan yang baik antar sesama siswa.
2.
Formalitas
Peraturan
formal merupakan suatu hal yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota kelas.
Seperti yang dikemukakan oleh Anderson yang dikutip oleh Muchtar (1986: 18)
bahwa : ”Suasana kelas yang dituntun oleh peraturan formal akan menimbulkan suatu
tingkah laku yang standar. Dengan adanya peraturan-peraturan yang telah ditetapkan
bersama diharapkan siswa dapat mentaati dengan baik”.
3.
Keefektifan Waktu Guru
Dalam penyampaian pelajaran seorang guru harus
menyampaikan pelajaran dengan jelas sehingga siswa yang mendengarnya dapat
mengikuti dan mengerti dengan baik pula. Seorang guru juga harus memberikan
contoh yang baik kepada siswanya, misalnya saat guru memulai dan mengakhiri
pelajaran tepat pada waktunya. Sehingga siswa tidak merasa menunggu dan bosan dengan materi pelajaran
yang diajarkan. Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa, koefisien
waktu guru dalam memberikan pelajaran akan dapat mempengaruhi siswa dalam
memahami materi pelajaran yang disampaikan.
4.
Lingkungan Fisik
Pentingnya peranan lingkungan fisik dalam
belajar, sebagaimna yang dikemukakan oleh Anderson yang dikutip Muchtar (1986: 19).
Lingkungan fisik siswa, termasuk
didalamnya jumlah dari ruangan dan jenis peralatan yang tersedia didalamnya
sangat mempengaruhi struktur dari
kelompok, begitu juga susunan tempat duduk di kelas dan suasana ruangan sangat
penting untuk menciptakan suasana belajar yang baik.
Dari
uraian di atas jelaslah bahwa dengan kurangnya peralatan yang digunakan dalam
proses belajar mengajar akan mengakibatkan terganggunya kelancaran proses belajar mengajar dan untuk kepentingan
siswa dalam belajar diperlukan lingkungan yang baik dan menyenangkan.
5.
Ketenangan
Suasana kelas yang tenang sangat mendukung berlangsungnya proses belajar
mengajar di dalam kelas. Karena dengan ketenangan ini guru dapat memberikan
pelajaran dengan baik sehingga siswa yang mendengar dapat mengerti dan memahami
semua yang dijelaskan guru. Siswa tidak menjadi takut dan malu-malu lagi dalam
menjawab semua pertanyaan yang diberikan guru baik itu yang ada di dalam kelas
maupun untuk dikerjakan di rumah.
6.
Tidak Ada Pilih Kasih
Seorang guru harus adil memperlakukan siswa dalam proses belajar
mengajar. Seorang guru tidak boleh membedakan antara siswa yang cerdas dengan
siswa yang kurang cerdas, juga tidak membedakan siswa yang mampu dengan yang
tidak mampu atau siswa itu sebagai anaknya sendiri. Dalam hal penilaian, guru
hendaknya tidak bersifat pilih kasih. Siswa hendaknya mendapat penilaian dari
guru sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya sehingga tidak ada siswa yang
merasa berkecil hati dalam belajar. Dengan demikian siswa akan merasa senang
dan semangat untuk belajar. Disamping itu guru harus dapat memberikan
penghargaan dan pujian terhadap siswa
yang berprestasi dan harus dapat memberikan hukuman yang sama pula bila siswa
itu bersalah yang pada intinya semua siswa diperlakukan sama di dalam kelas. Pilih kasih seorang guru terhadap siswa atau kelompok siswa tertentu dapat
menimbulkan efek-efek negatif terhadap kerukunan siswa di dalam kela
7.
Kesulitan
Faktor-faktor
kesulitan belajar sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hamalik (1983: 115):
Hambatan terhadap kemajuan studi
tidak saja bersumber dari dalam diri siswa sendiri, akan tetapi juga bersumber
dari sekolah itu sendiri, seperti cara memberikan pelajaran, kurangnya
bahan-bahan bacaan, kurangnya alat-alat, yang kesemuannya ini dapat menimbulkan
hambatan kemajuan studi siswa. Apabila semua kebutuhan sarana dan prasarana
tersedia maka guru dapat menyampaikan materi pelajaran dengan baik dan siswa
akan dapat mengikuti pelajaran dengan baik pula. Sehingga siswa dapat memahami
pelajaran tersebut yang akhirnya tidak ada lagi timbul rasa takut baik itu
kepada guru yang mengajar maupun pada
pelajaran yang akan diajarkan.
8.
Kepedulian
Perasaan kebersamaan merupakan hal yang positif
untuk dapat menimbulkan semangat dalam melakukan kegiatan kelas, seperti yang dikemukakan
oleh Nawawi (1983: 61): “Suasana hubungan sosial yang menyenangkan dengan
perasaan kebersamaan yang positif merupakan stimulus yang positif bagi
anak-anak dalam melakukan kegiatan-kegiatan kelas, terutama yang berupa
kegiatan belajar”.
Berdasarkan pendapat di atas jelaslah bahwa
dengan adanya rasa peduli dan kebersamaan akan mengakibatkan siswa mempunyai
rasa tanggung jawab melakukan kegiatan-kegiatan kelas, terutama yang berupa kegiatan
belajar.
9.
Demokrasi
Untuk pemecahan masalah baik saat terjadinya proses belajar mengajar
maupun dalam membuat program kelas perlu musyawarah untuk mencapai suatu
keputusan yang baik. Dengan melalui cara
musyawarah diharapkan siswa dapat menjadi manusia yang demokratis yang bisa mendengarkan
pendapat orang lain. Untuk mencapai suatu kesepakatan yang baik melalui
keputusan bersama secara demokratis dalam mengambil keputusan kelas adalah
merupakan cara yang baik untuk menggalang rasa persatuan dan akan mengurangi
sikap tidak puas siswa dalam melakukan
kegiatan kelas, sehingga masing-masing siswa merasa mempunyai kedudukan dan hak
yang sama dalam kelas dan mengerjakan tugas wajib kelas dengan senang hati
karena segala keputusan merupakan kesepakatan bersama.
10.
Kepuasan
Kepuasan
merupakan salah satu unsur psikis, maka perasaan yang dirasakan siswa dapat dilihat dari
gejala-gejala yang timbul pada diri siswa, apabila seorang siswa merasa puas
dalam mengikuti pelajaran di kelasnya, diharapkan akan memberikan hasil yang
baik. Karena dengan adanya kepuasan dalam diri, siswa akan semangat dalam
belajar dan mengikuti pelajaran.
11.
Keteraturan
Dalam mengikuti proses belajar mengajar siswa
berintegrasi, baik dengan guru, dengan temannya maupun dengan lingkungan dimana
siswa belajar sehingga suasana yang ada dapat menumbuhkan semangat dalam belajar
seperti yang dikemukakan oleh Setiawan (1992 : 63 ):
Untuk menciptakan suasana yang dapat
menumbuhkan gairah belajar, meningkatkan prestasi belajar siswa, dan lebih
memungkinkan guru memberikan bimbingan dan bantuan terhadap siswa dalam
belajar, diperlukan pengorganisasian kelas yang memadai.
12.
Kompetisi
Untuk mencapai hasil yang optimal seseorang harus gigih dan mau
bekerja keras maka diharapkan dengan
adanya kerja keras hasil yang dicapai akan baik. Dalam proses belajar
mengajar dimana siswa dalam belajar akan timbul perasaan bersaing antara satu
dengan yang lainnya untuk mencapai hasil belajar yang tinggi. Karena hal ini
dapat menambah semangat siswa untuk lebih tekun dalam belajar. Satu cara untuk
mancapai hasil belajar yang baik adalah dengan adanya persaingan yang wajar dan
sehat antara sesama siswa dalam mencapai hasil belajar yang tinggi.
13.
Tidak Ada Keragaman
Minat belajar siswa
di dalam kelas beraneka ragam. Keaneka ragaman tersebut dapat membuat suasana
kelas terganggu. Untuk itu guru harus bisa menyatukan minat belajar siswa
sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik. Minat penting
sekali dalam belajar, siswa yang tidak berminat maka tidak akan bersemangat
dalam belajar. Siswa yang berminat di dalam belajar akan berkonsentrasi
memperhatikan pelajaran dan meninggalkan segala kegiatan yang akan mengganggu
proses belajar mengajar.
14.
Pengarahan Tujuan
Pengajaran
Dalam mencapai suatu penguasaan
yang baik terhadap bahan pengajaran, tujuan dari masing-masing materi yang akan
diajarkan merupakan sesuatu hal yang perlu diperhatikan oleh guru. Pengarahan
guru tentang tujuan dan garis-garis besar pengajaran sebelum proses belajar mengajar
dimulai akan dapat membantu siswa dalam mempersiapkan diri dalam mengikuti
pelajaran.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan belajar
mengajar salah satu hal yang turut menentukan berhasil tidaknya suatu proses
belajar mengajaar yaitu pengorganisasian kelas. Artinya bahwa tercapainya
tujuan-tujuan dalam pengajaran sangat bergantung pada kemampuan mengatur kelas.
Kelas yang baik dapat menciptakan situasi yang memungkinkan siswa dalam belajar
sehingga titik awal keberhasilan pengajaran.
C.
Hasil Belajar
Hasil
balajar merupakan dasar untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam memahami
suatu materi pelajaran. Menurut Prayitno (1973 : 35) “Hasil belajar yaitu suatu
yang diperoleh, dikuasai atau merupakan hasil dari adanya proses belajar”.
Dengan
belajar maka individu dapat berkembang dan dapat tantangan yang muncul. Dapat
juga dikatakan bahwa perkembangan itu adalah hasil yang dicapai dalam belajar,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Slameto (1995 : 99) bahwa:
Belajar adalah dasar dari perkembangan
terhadap manusia. Dengan belajar, manusia dapat melakukan perubahan kualitatif
sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktifitas dan prestasi terhadap manusia adalah hasil dari belajar.
Berarti
bila seseorang telah melakukan kegiatan belajar maka dalam dirinya akan terjadi
perubahan-perubahan yang merupakan akibat dari belajar. Selanjutnya menurut Winkels (1987 : 27 ) bahwa:
Belajar pada manusia merupakan suatu
proses psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif subjek dengan lingkungan
dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan,
nilai sikap yang bersifat konsisten atau
tetap.
Dari pendapat di atas jelaslah bahwa perubahan
dalam berbagai aspek akan terjadi melalui proses psikis yang berlangsung dalam
interaksi subjek dengan lingkungan sebagai suatu hasil belajar. Salah satu cara untuk mengetahui tingkat keberhasilan
belajar siswa dapat diukur dengan evaluasi, untuk menilai hasil-hasil yang
dicapai siswa dalam mempelajari suatu materi yang telah diajarkan. Dengan
demikian hasil belajar adalah tingkat penguasaan dan analisis siswa terhadap
materi pelajaran yang telah diajarkan atau disajikan melalui proses belajar
mengajar dapat dinyatakan dalam bentuk nilai.
D.
Hubungan Atara Suasana
Belajar Siswa di Dalam Kelas dengan Hasil Belajar
Lingkungan
belajar siswa mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar. Dimana
kondisi lingkungan belajar yang baik akan menumbuhkkan semangat siswa untuk
mencapai hasil belajar yang lebih baik. Siswa yang merasa senang dengan suasana
lingkungan belajarnya akan mempunyai semangat belajar yang lebih tinggi.
Winkels (1991: 101) mengemukakan : ”Siswa
yang senang akan bergairah dan bersemangat dalam belajar, sebaliknya siswa yang
merasa tidak senang akan kurang bergairah. Dengan demikian perasaan siswa akan
menjadi energi dalam belajar”.
Jadi berarti bahwa perasaan siswa menjadi
sumber kekuatan dalam belajar dan perasaan senang akan membuat siswa mempunyai
pandangan yang positif terhadap lingkungan belajarnya.
Lingkungan
belajar siswa di sekolah tidak hanya mengungkapkan tentang suasana dan tempat
belajar saja tetapi juga mengungkapkan tentang hubungan yang terjadi di sekolah
antara sesama siswa, antara siswa dengan guru, seperti yang dikemukakan oleh
Prayitno (1989 : 147):
Banyak siswa dengan menampakkan aktifitas
yang tinggi dalam belajar bukan saja karena memiliki motivasi berprestasi
tetapi juga karena sokongan sosial mereka, akan menampakkan kegairahan dalam
belajar jika mereka mempunyai hubungan yang akrab dengan guru maupun dengan
teman sekelasnya.
Jadi dapat
dikatakan bahwa suasana lingkungan belajar yang baik akan menimbulkan
kegairahan siswa dalam belajar. Hal ini tentu saja akan meningkatkan pencapaian
hasil belajar siswa.
Dari uraian
di atas secara implisit dapat dikatakan bahwa lingkungan belajar mempunyai
hubungan yang erat dengan hasil belajar siswa.
E.
Kerangka Konseptual
Dalam penelitian ini penulis ingin melihat hubungan antara suasana belajar
siswa dalam kelas terhadap hasil belajar siswa Mata Pelajaran Fisika kelas X SMA
Negeri 4 Kerinci. Secara skematis
hubungan variabel-variabel dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Kerangka Konseptual
F.
Hipotesis
Sudjana (1998
: 213), menyatakan bahwa hipotesis adalah jawaban sementara mengenai sesuatu
hal yang dibuat untuk menentukan atau
mengarahkan dalam penelitian ini. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah
: Terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi siswa tentang suasana
belajar di dalam kelas dengan hasil belajar siswa Mata Pelajaran Fisika kelas I
SMA Negeri 4 Kerinci.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Arikunto
(2010:4) pengertian penelitian deskriptif korelasional
adalah, “penelitian korelasi adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti
untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa
melakukan perubahan, tambahan, atau manipulasi terhadap data yang sudah ada”.
Berdasarkan pendapat di atas, maka
penelitian ini termasuk dalam penelitian ”Deskriptif” yang akan mendeskripsikan
”Bagaimana Hubungan Antara Persepsi Siswa Tentang Suasana Belajar di Dalam Kelas
Dengan Hasil Belajar Siswa Kelas X pada Mata Pelajaran Fisika SMA N 4 Kerinci”.
Untuk itu penulis berusaha mengungkapkan dan memahami kenyataan yang ada di
lapangan sesuai apa adanya.
B.
Populasi, Sampel dan
sempling
1. Populasi
Menurut
Sudjana (1998: 5) mengemukakan, “Populasi adalah totalitas semua nilai
memungkinkan hasil menghitung ataupun mengukur, kualitas maupun kuantitas /
ciri-ciri tesebut mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas yang ingin
dipelajari sifat-sifatnya”.
Hal
ini juga dikemukakan oleh Sugiyono (2002: 57) yang memberikan pengertian bahwa
populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek dan subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa Kelas X pada Mata Pelajaran Fisika SMA N 4 Kerinci yang berjumlah 97 orang, dengan
sebaran populasi dapat dilihat dalam tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Populasi
Kelas
|
Jumlah Siswa
|
X
A
|
30
|
X
B
|
32
|
XC
|
35
|
Total
|
97
|
Sumber Data : Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Kerinci.
2. Sampel
Arikunto (1998: 121) mengatakan Sampel adalah bagian dari populasi (sebagian
atau wakil populasi yang akan diteliti). Sampel dalam penelitian ini adalah
semua siswa kelas X SMA Negeri 4 Kerinci.
3. Sampling
Sampling adalah suatu cara yang ditempuh dengan pengambilan
sampel yang benar-benar sesuai dengan
keseluruhan obyek penelitian (Nursalam, 2008). menurut Suharsimi
Arikunto (2010: 174) sampel adalah “sebagian atau wakil populasi yang
diteliti”. Sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari populasi. Hal
ini karena populasi dalam penelitian ini kecil dari 100. Suharsimi Arikunto
(2010: 95) mengatakan “Jika jumlah populasi atau subjek penelitian kurang dari
100, lebih baik diambil semuanya sehingga penelitiannya merupakan penelitian
populasi”. Oleh sebab itu pengambilan sampel menggunakan metode total sampling yaitu seluruh populasi
dijadikan sampel.
C.
Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2012: 60), “penelitian terdiri dari berbagai variabel,
dimana variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajarai sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
1.
Variabel bebas (Independent) menurut Sugiyono (2012), merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen (variabel terikat). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas (X) adalah suasana belajar siswa di dalam kelas.
2. Variabel terikat (dependent)
menurut Sugiyono (2012), merupakan variabel output,
kriteria, konsekuen. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau
yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang merupakan variabel terikat (Y) yaitu Hasil belajar siswa.
D. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
a.
Data Primer
Data Primer adalah data yang
diperoleh langsung dari responden penelian melalui daftar pertanyaan/kuisioner
yang telah ditetapkan sebelumnya untuk mengukur variabel suasana belajar siswa
dalam kelas.
b.
Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari tata
usaha, ketua jurusan atau juga dari wali kelas berupa jumlah siswa dan hasil belajar
siswa kelas X SMA Negeri 4 Kerinci .
- Sumber Data
Sumber data primer diperoleh dari penyebaran kuesioner
kepada seluruh siswa kelas X pada
Mata Pelajaran Fisika SMA N 4 Kerinci yang menjadi
responden penelitian. Sedangkan data
sekunder diperoleh dari bagian tata usaha, ketua jurusan atau juga dari wali
Kelas X pada Mata Pelajaran Fisika SMA N 4 Kerinci.
E. Instrument Penelitian
1. Bentuk Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner model skala likert untuk mengukur variabel
tentang susana belajar siswa dalam kelas. Skala dalam bentuk kontinum yang
terdiri dari empat kategori dan pernyataan angket bersifat positif dan negatif.
Hal ini dapat dilihat pada tabel
3 di bawah ini:
Tabel 3. Bobot Pernyataan Sikap
Pernyataan Sikap
|
Sifat Pernyataan
|
|
Positif
|
Negatif
|
|
Sangat Setuju (SS)
Setuju (S)
Tidak Setuju (TS)
Sangat Tidak Setuju (STS)
|
4
3
2
1
|
1
2
3
4
|
2. Penyusunan Instrumen
Instrumen disusun melalui langkah-langkah sebagai
berikut:
a.
membuat
kisi-kisi kuesioner berdasarkan variabel yang diteliti,
b.
menyusun
butir pernyataan sesuai dengan kisi-kisi yang telah dibuat,
c.
mendiskusikan
dan berkonsultasi dengan dosen pembimbing untuk memperoleh kesahihan konstruk
butir, dan
d.
melaksanakan
uji coba instrumen.
Adapun kisi-kisi instrumen penelitian
dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini:
Tabel 4. Kisi-kisi sebelum uji coba
Variabel
|
Indikator
|
Nomor Item
|
Suasana
Belajar Siswa di Dalam Kelas
|
1.
Keakraban
2.
Formalitas
3.
Keefektifan waktu guru
4.
Lingkungan fisik
5.
Ketenangan
6.
Tidak pilih kasih
7.
Kesulitan3
8.
Kepedulia3an
9.
Demokrasi
10. Kepuasan
11. Keteraturan
12. Kompetisi
13. Tidak ada
keragman
14. Pengarahan
tujuan pengajaran
|
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
|
3. Uji Coba Instrumen
Uji coba instrumen dilakukan dengan
maksud untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan teruji tingkat
kesahihan dan kehandalannya. Uji coba
instrumen diambil di luar sampel penelitian yaitu dilakukan kepada guru di SMA Negeri 12 Kerinci yang berjumlah 30
orang.
1)
Uji Validitas
Validitas adalah
suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat valid atau sahih suatu instrumen.
Suatu instrumen dapat dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan. (Arikunto, 2002 : 45). Setelah angket disebarkan kepada 30 responden, maka uji validitas
dilakukan untuk mengetahui tingkat kesahihan atau kevalidan sebuah instrumen.
Pengujian validitas angket menggunakan program SPSS versi 20. Kriteria yang digunakan dalam
menentukan validitas ini berdasarkan perbandingan dengan pada taraf signifikansi 5%. Jika nilai > maka butir pernyataan dinyatakan valid. Dengan
uji coba ini akan diperoleh butir-butir instrumen yang sesungguhnya, sehingga
diperoleh butir-butir yang layak untuk dijadikan alat ukur. Layak atau tidaknya
alat ukur tersebut dapat diketahui dengan uji validitas dan uji relabilitas.
Uji validitas instrumen dilakukan
sebanyak 3 putaran yang dilakukan terhadap 42 butir pernyataan. Pada putaran
pertama sebanyak 6 butir pernyataan tidak valid. Jumlah butir yang tersisa
sebanyak 36 butir dan harus diadakan putaran berikutnya. Pada putaran kedua jumlah
butir pernyataan tidak valid sebanyak 1 butir sehingga butir yang tersisa
sebanyak 35 butir, maka diadakan putaran berikutnya. Pada putaran ketiga tidak
terdapat butir pernyataan yang gugur karena semua nilai Pearson Correlation lebih besar dari yaitu 0,361 (n = 30). Maka dapat disimpulkan
bahwa 35 butir pernyataan tersebut sudah valid.
Tabel 4. Kisi-kisi
sebelum uji coba
Variabel
|
Indikator
|
Item Pernyatan
|
Item Gugur
|
Item Terpakai
|
Suasana
Belajar Siswa di Dalam Kelas
|
1.
Keakraban
|
1,2,3
|
3
|
1,2
|
2.
Formalitas
|
4,5,6
|
6
|
4,5
|
|
3.
Keefektifan waktu guru
|
7,8,9
|
7,8,9
|
||
4.
Lingkungan fisik
|
10,11,12
|
10,11,12
|
||
5.
Ketenangan
|
13,14,15
|
13,14,15
|
||
6.
Tidak pilih kasih
|
16,17,18
|
16,17,18
|
||
7.
Kesulitan
|
19,20,21
|
19
|
20,21
|
|
8.
Kepeduliaan
|
22,23,24
|
22,23,24
|
||
9.
Demokrasi
|
25,26,27
|
25
|
26,27
|
|
10. Kepuasan
|
28,29,30
|
29
|
28, 30
|
|
11. Keteraturan
|
31,32,33
|
31,32,33
|
||
12. Kompetisi
|
34,35,36
|
36
|
34,35
|
|
13. Tidak ada
keragman
|
37,38,39
|
39
|
37,38
|
|
14. Pengarahan
tujuan pengajaran
|
40,41,42
|
40,41,42
|
2)
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui tingkat
keandalan atau ketepatan suatu instrumen setelah diuji coba. Pada pengujian
reliabilitas ini menggunakan rumus Cronbach’s Alpha dengan bantuan program SPSS versi
22.00. Hasil Cronbach’s Alpha yang diperoleh kemudian
dibandingkan dengan interpretasi koefisien nilai r11. Menurut Anas Sudijono
(2015: 209) “Apabila nilai r11 lebih besar daripada 0,70 maka dinyatakan telah
memiliki realibilitas tinggi”. Dari hasil pengujian reliabilitas variabel, maka
pada putaran pertama diperoleh nilai Cronbach’s
Alpha ≥ 0,7 yaitu 0,876. Pada
putaran kedua didapatkan nilai Cronbach’s
Alpha ≥ 0,7 yaitu 0,932. Selanjutnya pada putaran ketiga diperoleh milai Cronbach’s
Alpha ≥ 0,7 yaitu 0,933. Sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut reliabel karena sudah
memenuhi syarat sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian. Tingkat
reliabilitas angket digunakan yang dikemukakan oleh Slameto (1995 : 215). Dapat
dilihat pada Tabel 5 di bawah ini:
Tabel 5. Klasifikasi
indeks reliabilitas angket
No
|
Indeks
Reliabilitas
|
Klasifikasi
|
1
2
3
4
5
|
0,00 < 0,20
0,20 < 0,40
0,40 < 0,60
0,60 < 0,80
0,80 < 1,00
|
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
|
F.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian
ini dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1.
Kuesioner
Kuesioner diberikan kepada siswa Kelas X pada Mata Pelajaran Fisika SMA N 4 Kerinci untuk memperoleh
informasi/data tentang suasana belajar siswa dalam kelas.
2.
Observasi
Observasi dilakukan melalui survey
pada awal pelaksanaan penelitian untuk mengetahui masalah yang dapat mengganggu
proses belajar mengajar di sekolah tersebut.
3.
Dokumenter
Dokumenter merupakan pengumpulan data yang diperoleh dari arsip-arsip
yang ada. Data yang diperoleh berupa jumlah siswa Kelas X pada Mata Pelajaran Fisika SMA N 4 Kerinci.
Dan nilai hasil belajar siswa diperoleh dari nilai harian, nilai mid semester
dan nilai ujian akhir sekolah yang didapatkan dari guru-guru mata pelajaran,
wali kelas.
G.
Teknik Analisis Data
Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis untuk membuktikan hipotesis
penelitian. Sebelum menganalisis data haruslah dilakukan uji persyaratan
analisis statistik yaitu:
1. Uji normalitas
Uji
normalitas untuk mengetahui apakah sebaran berasal dari populasi berdistribusi
normal atau tidak. Pengujian normalitas dilakukan terhadap masing-masing
variabel X dan Variabel Y. Pengujian normalitas kedua variabel ini dilakukan
dengan menggunakan uji Lilliefors yang telah diprogram dalam Program Paket
Statistik Baku SPSS Versi 22.00. Taraf signifikasi yang digunakan sebagai dasar
menolak atau menerima keputusan normal atau tidaknya suatu distribusi data
adalah Menurut Santoso (2000
: 102) pedoman dalam pengambilan keputusan kedua alat uji ini adalah jika nilai
signifikasi ≤ 0.05 maka distribusi tidak
normal sebaliknya jika signifikasi ≥ 0,05 maka distribusi adalah normal.
Pengujian
Lilliefors secara manual mengikut langkah-langkah yang dikemukakan Sudjana
(2002 : 6-8) sebagai berikut:
a.
Pengamatan x1, x2,
……, xn dijadikan bilangan baku z1, z2, ……, zn
dengan menggunakan rumus dan s masing-masing merupakan
rata-rata dan simpangan baku sample)
b.
Untuk tiap bilangan baku ini dan
menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F(Z1)
= P(Z≤Z1).
c.
Selanjutnnya dihitung proporsi Z1,
Z2,…….,Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi.
Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(zi), maka
d.
Hitung selisih F(Zi) –
S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya.
e.
Ambil harga yang paling besar di antara
harga-harga mutlak selisih tersebut. Harga terbesar Lo.
f.
Membandingkan Lo dengan
Ltabel.
3)
jika Lo ≥ Ltabel maka Ho ditolak artinya
data berdistribusi normal.
4)
jika Lo ≤ Ltabel maka Ho diterima artinya data tidak
berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas variansi bertujuan untuk mengetahui apakah data berasal
dari populasi-populasi yang mempunyai varians sama atau tidak (homogen). Uji
ini dilakukan dengan Levene Test. Menurut Santoso (2000 : 102) pedoman dalam
pengambilan keputusan kedua alat uji ini adalah:
a. Jika nilai
signifikasi < 0,05 (taraf kepercayaan 95 %), maka data tidak homogen.
b. Jika nilai
signifikasi > 0,05 (taraf kepercayaan 95 %), maka data adalah homogen.
3. Uji Linieritas
Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara variabel X dan Y bersifat linier atau
tidak. Untuk uji itu digunakan uji Anova (Analisa of Varians) dengan rumus:
Keterangan:
F = Nilai F
RJKTC = Rata-rata jumlah
kuadrat tuna cocok
RJKC = Rata-rata jumlah kuadrat kesalahan (error)
Menentukan variabel bebas mempunyai
hubungan linear berdasarkan:
a. Jika nilai
signifikasi (deviation from linierity)
< 0,05 (taraf kepercayaan 95 %), maka sebaran data variabel bebas tidak
membentuk garis linear terhadap variabel terikat.
b. Jika nilai
signifikasi (deviation from linierity)
> 0,05 (taraf kepercayaan 95 %), maka sebaran data variabel bebas membentuk
garis linear terhadap variabel terikat.
4. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan teknik analisis korelasi sederhana untuk
melihat hubungan antara suasana belajar di dalam kelas dengan hasil belajar
siswa. Rumus yang digunakan dalam pengujian ini adalah rumus Korelasi Product Moment dengan rumus:
Untuk melakukan uji keberartian korelasi digunakan uji-t dengan rumus:
Dimana:
Thitung
= Nilai t
R =
Nilai koefisien korelasi
N =
Jumlah sampel
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah:
HO = Tidak terdapat hubungan yang signifikasi antara persepsi
siswa tentang suasana belajar di dalam kelas dengan hasil belajar siswa Kelas X
pada Mata Pelajaran Fisika SMA N 4 Kerinci.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Arikunto. (2010: 4). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka
Cipta.
Arikunto. (2010: 174). Prosedur Penelitian.
Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. (2010: 95). Manajemen Penelitian.
Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah,
Syaiful. (2006). Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Hamalik, Oemar.
(1983). Proses Belajar Mengajar.
Bandung : Bumi Aksara
Muchtar, (1986).
Faktor-Faktor Lingkungan Kelas yang Menghambat Keberhasilan Mahasiswa Dalam
Bidang studi Matematika Pada SMA Negeri di Sumatera Barat. Padang:
IKIP Padang.
Mudzakir,
Ahmad. (1995). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Pustaka Setia
Mulyasa,
(2006). Kurikulum Tingkat Satuan Paendidikan. Bandung: Rosda.
Nawawi, Hadari.
(1983). Organisasi Sekolah dan Pengelolaan kelas. Jakarta: Gunung Agung.
Nursalam,
(2008). Konsep dan Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika
Prayitno,
Elida. (1989). Motivasi dalam Belajar. Dekdikbud Dikti P2LPTK.
Purwanto,
Ngalim. (1994). Psikologi Pendidikan Edisi 3. Bandung: Remaja Karya.
Riduwan dan
Akdon. (2007). Rumus dan Data Dalam
Analisis Statistika. Bandung: Alfabeta.
Slameto. (1995).
Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya.
Jakarta: Bina Aksara.
Sumiawan,
Conny. (1992). Pendekatan Ketrampilan
Proses. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Jakarta.
Sudjana.
(1998). Penelitian Dan Penilaian
Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.
Sudjana.
(2002). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito
Sudjana, (2002)
Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Sugiyono.
(2002). Metode Penelitian Bisnis.
Bandung: Alfabeta.
Santoso,
Singgih. (2001). SPSS: Mengolah Data Statistik Secara Profesional.
Jakarta: Gramedia
Sugiyono. (2008). Statistika
Untuk Penelitian.Bandung : Alfabeta
Winkels.
(1987). Psikologi Pendidikan dan Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: Gramedia.
www.google.com/cara mengajar yang
diharpkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar