Video Pembelajaran Fisika

Senin, 13 Mei 2019

Contoh PTK Hubungan antara Persepsi Siswa Tentang Suasana Belajar di Dalam Kelas dengan Hasil Belajar Siswa Kelas X pada Mata Pelajaran Fisika SMA Negeri 4 Kerinci.

assalamualaikum..
ini contoh yang kedua (PTK) yang akan saya share ke kakak-kakak. 


Hubungan antara Persepsi Siswa Tentang Suasana Belajar di Dalam Kelas dengan Hasil Belajar Siswa Kelas X pada Mata Pelajaran Fisika SMA Negeri 4 Kerinci.


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Sasaran utama Pendidikan adalah sesuai dengan tujuan Pendidikan nasional, yaitu: ”Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kerja sama yang baik antara Pemerintah, Guru, Siswa, dan semua pihak yang berhubungan dengan Pendidikan.
Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan salah satu pendidikan formal dan sekaligus merupakan sub sistem dari sistem pendidikan nasional. Untuk itu Sekolah Menengah Atas menyelenggarakan program pendidikan untuk beberapa jenis pendidikan umum. SMA merupakan lembaga pendidikan dengan  tujuan untuk meningkatkan kecerdasan pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. Sehubungan dengan tujuan di atas, maka upaya yang dilakukan pemerintah dengan pihak sekolah serta lembaga-lembaga terkait yaitu dengan merancang sebuah pelaksanaan pembelajaran mengacu kepada terciptanya kurikulum terstruktur dalam rangka tercapainya tujuan pendidikan  dimaksud.
 Salah satu SMA yang ada di Kabupaten Kerinci adalah SMAN 4 Kerinci, memiliki jurusan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Terkait dengan itu, penulis dapat melihat permasalahan yang terjadi  pada satu mata pelajaran yang ada di IPA, yaitu mata pelajaran adalah FISIKA, dan salah satu permasalahannya adalah rendahnya hasil belajar siswa kelas X SMAN 4 Kerinci pada matapelajaran Fisika, datanya sebagai berikut (lihat Tabel 1).




Tabel 1. Persentase kelulusan siswa kelas X SMAN 4 Kerinci dalam  matapelajaran FISIKA.


TAHUN
NILAI
NILAI
SISWA
≥75
SISWA
≤75
2015
19
60%
12
40%
2016
17
57%
12
43%
2017
15
50%
15
50%
 Sumber : Tata Usaha SMA Negeri 4  Kerinci
Berdasarkan observasi yang penulis lakukan di SMA Negeri 4 Kerinci, ditemukan motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran Fisika Kelas X masih rendah, hal ini diindikasikan berbagai hal seperti: siswa yang sering datang terlambat, siswa sering keluar masuk ruangan, siswa mengumpulkan tugas tidak tepat waktu, dan perhatian siswa terhadap pembelajaran yang masih kurang.
 Dari tinjauan penulis, guru masih menerapkan model pembelajaran teacher center, karena guru hanya membacakan materi pada saat proses pembelajaran berlangsung sehingga siswa hanya bisa mendengarkan, tanpa dapat berinteraksi langsung dengan, guru dan juga kurangnya suasana yang nyaman dan menyenangkan disebabkan kapasitas ruang tidak sesuai dengan banyak  siswa, udara yang begitu kurang mendukung dikarenakan tinggi loteng kurang lebih tiga meter. Dari observasi penulis tentang sarana dan prasarana di SMAN 4 Kerinci masih kurang tersedia, hal ini menyebabkan pembelajaran kurang optimal dan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas X pada mata pelajaran Fisika.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan antara Persepsi Siswa Tentang Suasana Belajar di Dalam Kelas dengan Hasil Belajar Siswa Kelas X pada Mata Pelajaran Fisika SMA Negeri 4 Kerinci.



B. Identifikasi Masalah
Sebagaimana yang dikemukakan dalam latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasi beberapa masalah antara lain:
1.      Rendahnya motivasi belajar siswa.
2.      Pembelajaran yang masih bersifat teacher center
3.      Kurangnya suasana yang nyaman dan menyenangkan dalam kelas
4.      Sarana dan prasarana kelas yang kurang tersedia
C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan masalah serta adanya keterbatasan dana, waktu dan tenaga, namun agar penelitian ini lebih terarah. Maka penulis membatasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1.      Hubungan persepsi siswa tentang suasana belajar di dalam kelas dengan hasil belajar siswa kelas X pada Mata Pelajaran Fisika  SMAN 4 Kerinci tahun ajaran 2018/2019.
2.      Hasil belajar yang dimaksud adalah nilai rapor siswa kelas X pada Mata Pelajaran Fisika  SMAN 4 Kerinci pada semester Juli – Desember 2018.
D. Perumusan Masalah
Dari pembatasan masalah di atas maka perumusan masalah penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara persepsi siswa terhadap suasana belajar di dalam kelas dengan hasil belajar pada Mata Pelajaran Fisika  SMAN 4 Kerinci tahun ajaran 2018/2019?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan hubungan antara pesepsi siswa terhadap suasana belajar di dalam kelas dengan hasil belajar pada Mata Pelajaran Fisika  SMAN 4 Kerinci tahun ajaran 2018/2019?
F. Manfaat  Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:
  1. Bahan masukan bagi pengelola SMK N 4 Kerinci (Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Kepala Tata Usaha).
  2. Bahan masukan bagi guru dalam rangka menciptakan suasana belajar yang baik dan nyaman  dalam proses belajar mengajar.
  3. Sebagai referensi tambahan bagi peneliti lain yang akan meneliti masalah yang relevan.


BAB II
BAHASAN TEORI

A.    Belajar
Belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sudjana (2002 : 28) bahwa : Belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat di tunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu.
Sedangkan menurut Purwanto 1994 : 81﴿ “Belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian dan suatu pengertian”.
Selanjutnya Mudzakir 1995 : 34 ﴿mengemukakan “Belajar adalah suatu usaha, perbuatan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, dengan sistematis, mendayagunakan semua potensi yang dimiliki, baik fisik, mental serta dana, panca indera, otak dan anggota tubuh lainnya, demikian pula aspek-aspek kejiwaan seperti intelegensi, bakat, motivasi, minat dan sebagainya”.
 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan kepribadian yang dinyatakan dalam tingkah laku. Belajar dapat terjadi dimana-mana baik secara formal maupun non formal, maka belajar dapat terjadi di ruangan kelas, di tempat kerja, di rumah, di workshop di perpustakaan, dan banyak lagi lainnya.
B.     Suasana Belajar
Suasana belajar di dalam kelas merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kelancaran proses belajar mengajar. Suasana belajar di dalam  kelas yang tenang, bersih, aman dan teratur dapat menumbuhkan motivasi dan ketahanan/betah dalam belajar. Usaha untuk menciptakan suasana belajar di kelas yang menyenangkan, manggairahkan dan menimbulkan motivasi belajar yang berkaitan erat dengan pengajaran yaitu guru dalam pengelolaan kelas.
Agar terciptanya suasana belajar yang menggairahkan, perlu diperhatikan pengaturan/penataan ruang kelas. Sebagimana yang dikemukakan oleh Sumiawan, (1992 : 64) bahwa: Agar terciptanya suasana belajar yang menggairahkan, perlu diperhatikan pengaturan/penataan ruang kelas. Penyusunan dan pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan anak duduk berkelompok-berkelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu siswa dalam belajar. Dalam pengaturan ruang belajar, hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu ukuran dan bentuk kelas, bangku dan meja siswa, jumlah siswa dalam kelas, jumlah siswa setiap kelompok, siswa yang pandai dan yang kurang pandai serta pria dan wanita.
Dalam belajar pertama-tama suasana hati perlu dikendalikan. Suasana hati yang tegang, marah dan sedih akan mengganggu proses belajar mengajar. Selain itu suasana lingkungan tempat belajar hendaklah tenang, nyaman, aman atau sebaliknya. Suasana hubungan sosial dalam kelas mencakup hubungan sosial antara siswa dengan guru maupun antara siswa dengan siswa.
Suasana belajar adalah salah satu dari empat komponen utama belajar yaitu pelajaran, pengajaran, kemampuan dan lingkungan belajar. Anderson yang dikutip oleh Muchtar (1986: 12) mendefinisikan suasana belajar sebagai berikut :
Hubungan interpersonal antara sesama siswa, hubungan antara  siswa dengan guru mereka, hubungan antara siswa baik dengan materi pelajaran maupun dengan metode mengajarnya serta persepsi terhadap karekteristik struktur dari kelas mereka.

Dari pendapat-pendapat di atas dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa suasana belajar adalah suasana waktu terjadinya proses belajar mengajar di dalam kelas atau keadaan yang terjadi di sekitar lingkungan kelas.
Anderson dan Welberg yang dikutip oleh Muchtar (1986:11) membuat suatu instrumen Learning Environment Inventory (LEI) yang mempunyai empat belas dimensi yang melukiskan suasana belajar yang dirasakan oleh siswa di dalam kelas di mana proses belajar mengajar berlangsung. Keempat belas dimensi suasana belajar itu nantinya akan menjadi indikator-indikator dalam penelitian ini. Indikator-indikator suasana belajar di kelas tersebut adalah sebagai berikut : Keakraban, Formalitas, Keefektifan waktu guru, Lingkungan Fisik, Ketenangan, Tidak pilih kasih, Kesulitan, Kepedulian, Demokrasi, Kepuasan, Keteraturan, Kompetisi, Tidak ada keragaman dan Pengarahan tujuan pengajaran.
1.      Keakraban
Di dalam kelas terdapat perbedaan status sosial antara siswa dengan siswa lainnya. Siswa yang memiliki hubungan baik akan mampu menciptakan perasaan bersatu dan kebersamaan. Dengan terciptanya keadaan tersebut berkembanglah sikap saling menyenangi antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya, sehingga kegiatan-kegiatan kelas dapat berjalan dengan lancar sebagaimana yang diharapkan.
Perasaan saling menyenangi antara sesama siswa dalam menghadapi segala kegiatan kelas tersebut, dikemukanan oleh Nawawi (1983 : 61) sebagai berikut:
Perasaan senang antara sesama siswa akan memperkuat perasaan kebersamaan siswa didalam suatu kelas, yang dinyatakan dalam bentuk kebanggan terhadap kelas yang selalu bersatu padu dalam menghadapi segala kegiatan dan persoalan.
Dari pendapat Nawawi di atas jelaslah bahwa perasaan akrab antara sesama siswa akan dapat membantu dalam melaksanakan kegiatan dan menyelesaikan persoalan di dalam kelas dan terciptanya hubungan yang baik antar sesama siswa.



2.      Formalitas
Peraturan formal merupakan suatu hal yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota kelas. Seperti yang dikemukakan oleh Anderson yang dikutip oleh Muchtar (1986: 18) bahwa : ”Suasana kelas yang dituntun oleh peraturan formal akan menimbulkan suatu tingkah laku yang standar. Dengan adanya peraturan-peraturan yang telah ditetapkan bersama diharapkan siswa dapat mentaati dengan baik”.
3.      Keefektifan  Waktu Guru
 Dalam penyampaian pelajaran seorang guru harus menyampaikan pelajaran dengan jelas sehingga siswa yang mendengarnya dapat mengikuti dan mengerti dengan baik pula. Seorang guru juga harus memberikan contoh yang baik kepada siswanya, misalnya saat guru memulai dan mengakhiri pelajaran tepat pada waktunya. Sehingga siswa tidak merasa menunggu dan bosan dengan materi pelajaran yang diajarkan. Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa, koefisien waktu guru dalam memberikan pelajaran akan dapat mempengaruhi siswa dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan.
4.      Lingkungan Fisik
Pentingnya peranan lingkungan fisik dalam belajar, sebagaimna yang dikemukakan oleh Anderson yang dikutip Muchtar  (1986: 19).
Lingkungan fisik siswa, termasuk didalamnya jumlah dari ruangan dan jenis peralatan yang tersedia didalamnya sangat mempengaruhi  struktur dari kelompok, begitu juga susunan tempat duduk di kelas dan suasana ruangan sangat penting untuk menciptakan suasana belajar yang baik.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa dengan kurangnya peralatan yang digunakan dalam proses belajar mengajar akan mengakibatkan terganggunya kelancaran  proses belajar mengajar dan untuk kepentingan siswa dalam belajar diperlukan lingkungan yang baik dan menyenangkan.


5.      Ketenangan
Suasana kelas yang tenang sangat mendukung berlangsungnya proses belajar mengajar di dalam kelas. Karena dengan ketenangan ini guru dapat memberikan pelajaran dengan baik sehingga siswa yang mendengar dapat mengerti dan memahami semua yang dijelaskan guru. Siswa tidak menjadi takut dan malu-malu lagi dalam menjawab semua pertanyaan yang diberikan guru baik itu yang ada di dalam kelas maupun untuk dikerjakan di rumah.
6.      Tidak Ada Pilih Kasih
Seorang guru harus adil memperlakukan siswa dalam proses belajar mengajar. Seorang guru tidak boleh membedakan antara siswa yang cerdas dengan siswa yang kurang cerdas, juga tidak membedakan siswa yang mampu dengan yang tidak mampu atau siswa itu sebagai anaknya sendiri. Dalam hal penilaian, guru hendaknya tidak bersifat pilih kasih. Siswa hendaknya mendapat penilaian dari guru sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya sehingga tidak ada siswa yang merasa berkecil hati dalam belajar. Dengan demikian siswa akan merasa senang dan semangat untuk belajar. Disamping itu guru harus dapat memberikan penghargaan dan pujian  terhadap siswa yang berprestasi dan harus dapat memberikan hukuman yang sama pula bila siswa itu bersalah yang pada intinya semua siswa diperlakukan sama di dalam kelas. Pilih kasih seorang guru terhadap siswa atau kelompok siswa tertentu dapat menimbulkan efek-efek negatif terhadap kerukunan siswa di dalam kela
7.      Kesulitan
 Faktor-faktor kesulitan belajar sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hamalik (1983: 115):
Hambatan terhadap kemajuan studi tidak saja bersumber dari dalam diri siswa sendiri, akan tetapi juga bersumber dari sekolah itu sendiri, seperti cara memberikan pelajaran, kurangnya bahan-bahan bacaan, kurangnya alat-alat, yang kesemuannya ini dapat menimbulkan hambatan kemajuan studi siswa. Apabila semua kebutuhan sarana dan prasarana tersedia maka guru dapat menyampaikan materi pelajaran dengan baik dan siswa akan dapat mengikuti pelajaran dengan baik pula. Sehingga siswa dapat memahami pelajaran tersebut yang akhirnya tidak ada lagi timbul rasa takut baik itu kepada guru  yang mengajar maupun pada pelajaran yang akan diajarkan.

8.      Kepedulian
Perasaan kebersamaan merupakan hal yang positif untuk dapat menimbulkan semangat dalam melakukan kegiatan kelas, seperti yang dikemukakan oleh Nawawi (1983: 61): “Suasana hubungan sosial yang menyenangkan dengan perasaan kebersamaan yang positif merupakan stimulus yang positif bagi anak-anak dalam melakukan kegiatan-kegiatan kelas, terutama yang berupa kegiatan belajar”.
Berdasarkan pendapat di atas jelaslah bahwa dengan adanya rasa peduli dan kebersamaan akan mengakibatkan siswa mempunyai rasa tanggung jawab melakukan kegiatan-kegiatan kelas, terutama yang berupa kegiatan belajar.
9.      Demokrasi
Untuk pemecahan masalah baik saat terjadinya proses belajar mengajar maupun dalam membuat program kelas perlu musyawarah untuk mencapai suatu keputusan yang baik.  Dengan melalui cara musyawarah diharapkan siswa dapat menjadi manusia yang demokratis yang bisa mendengarkan pendapat orang lain. Untuk mencapai suatu kesepakatan yang baik melalui keputusan bersama secara demokratis dalam mengambil keputusan kelas adalah merupakan cara yang baik untuk menggalang rasa persatuan dan akan mengurangi sikap tidak puas siswa  dalam melakukan kegiatan kelas, sehingga masing-masing siswa merasa mempunyai kedudukan dan hak yang sama dalam kelas dan mengerjakan tugas wajib kelas dengan senang hati karena segala keputusan merupakan kesepakatan bersama.
10.  Kepuasan
 Kepuasan merupakan salah satu unsur psikis, maka perasaan yang  dirasakan siswa dapat dilihat dari gejala-gejala yang timbul pada diri siswa, apabila seorang siswa merasa puas dalam mengikuti pelajaran di kelasnya, diharapkan akan memberikan hasil yang baik. Karena dengan adanya kepuasan dalam diri, siswa akan semangat dalam belajar dan mengikuti pelajaran.
11.  Keteraturan
Dalam mengikuti proses belajar mengajar siswa berintegrasi, baik dengan guru, dengan temannya maupun dengan lingkungan dimana siswa belajar sehingga suasana yang ada dapat menumbuhkan semangat dalam belajar seperti yang dikemukakan oleh Setiawan (1992 : 63 ):
Untuk menciptakan suasana yang dapat menumbuhkan gairah belajar, meningkatkan prestasi belajar siswa, dan lebih memungkinkan guru memberikan bimbingan dan bantuan terhadap siswa dalam belajar, diperlukan pengorganisasian kelas yang memadai.

12.  Kompetisi
Untuk mencapai hasil  yang optimal seseorang harus gigih dan mau bekerja keras maka diharapkan dengan  adanya kerja keras hasil yang dicapai akan baik. Dalam proses belajar mengajar dimana siswa dalam belajar akan timbul perasaan bersaing antara satu dengan yang lainnya untuk mencapai hasil belajar yang tinggi. Karena hal ini dapat menambah semangat siswa untuk lebih tekun dalam belajar. Satu cara untuk mancapai hasil belajar yang baik adalah dengan adanya persaingan yang wajar dan sehat antara sesama siswa dalam mencapai hasil belajar yang tinggi.
13.  Tidak Ada Keragaman
Minat belajar siswa di dalam kelas beraneka ragam. Keaneka ragaman tersebut dapat membuat suasana kelas terganggu. Untuk itu guru harus bisa menyatukan minat belajar siswa sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik. Minat penting sekali dalam belajar, siswa yang tidak berminat maka tidak akan bersemangat dalam belajar. Siswa yang berminat di dalam belajar akan berkonsentrasi memperhatikan pelajaran dan meninggalkan segala kegiatan yang akan mengganggu proses belajar mengajar.


14.  Pengarahan Tujuan Pengajaran
 Dalam mencapai suatu penguasaan yang baik terhadap bahan pengajaran, tujuan dari masing-masing materi yang akan diajarkan merupakan sesuatu hal yang perlu diperhatikan oleh guru. Pengarahan guru tentang tujuan dan garis-garis besar pengajaran sebelum proses belajar mengajar dimulai akan dapat membantu siswa dalam mempersiapkan diri dalam mengikuti pelajaran.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar salah satu hal yang turut menentukan berhasil tidaknya suatu proses belajar mengajaar yaitu pengorganisasian kelas. Artinya bahwa tercapainya tujuan-tujuan dalam pengajaran sangat bergantung pada kemampuan mengatur kelas. Kelas yang baik dapat menciptakan situasi yang memungkinkan siswa dalam belajar sehingga titik awal keberhasilan pengajaran.

C.    Hasil Belajar
Hasil balajar merupakan dasar untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam memahami suatu materi pelajaran. Menurut Prayitno (1973 : 35) “Hasil belajar yaitu suatu yang diperoleh, dikuasai atau merupakan hasil dari adanya proses belajar”.
Dengan belajar maka individu dapat berkembang dan dapat tantangan yang muncul. Dapat juga dikatakan bahwa perkembangan itu adalah hasil yang dicapai dalam belajar, sebagaimana yang dikemukakan oleh Slameto (1995 : 99) bahwa:
Belajar adalah dasar dari perkembangan terhadap manusia. Dengan belajar, manusia dapat melakukan perubahan kualitatif sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktifitas dan prestasi terhadap manusia adalah hasil dari belajar.

Berarti bila seseorang telah melakukan kegiatan belajar maka dalam dirinya akan terjadi perubahan-perubahan yang merupakan akibat dari belajar. Selanjutnya menurut Winkels  (1987 : 27 ) bahwa:
Belajar pada manusia merupakan suatu proses psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif subjek dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai sikap yang bersifat konsisten  atau tetap.

 Dari pendapat di atas jelaslah bahwa perubahan dalam berbagai aspek akan terjadi melalui proses psikis yang berlangsung dalam interaksi subjek dengan lingkungan sebagai suatu hasil belajar. Salah satu cara untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar siswa dapat diukur dengan evaluasi, untuk menilai hasil-hasil yang dicapai siswa dalam mempelajari suatu materi yang telah diajarkan. Dengan demikian hasil belajar adalah tingkat penguasaan dan analisis siswa terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan atau disajikan melalui proses belajar mengajar dapat dinyatakan dalam bentuk nilai.

D.    Hubungan Atara Suasana Belajar Siswa di Dalam Kelas dengan Hasil Belajar
Lingkungan belajar siswa mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar. Dimana kondisi lingkungan belajar yang baik akan menumbuhkkan semangat siswa untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik. Siswa yang merasa senang dengan suasana lingkungan belajarnya akan mempunyai semangat belajar yang lebih tinggi. Winkels  (1991: 101) mengemukakan : ”Siswa yang senang akan bergairah dan bersemangat dalam belajar, sebaliknya siswa yang merasa tidak senang akan kurang bergairah. Dengan demikian perasaan siswa akan menjadi energi dalam belajar”.
 Jadi berarti bahwa perasaan siswa menjadi sumber kekuatan dalam belajar dan perasaan senang akan membuat siswa mempunyai pandangan yang positif terhadap lingkungan belajarnya.
Lingkungan belajar siswa di sekolah tidak hanya mengungkapkan tentang suasana dan tempat belajar saja tetapi juga mengungkapkan tentang hubungan yang terjadi di sekolah antara sesama siswa, antara siswa dengan guru, seperti yang dikemukakan oleh Prayitno (1989 : 147): 
Banyak siswa dengan menampakkan aktifitas yang tinggi dalam belajar bukan saja karena memiliki motivasi berprestasi tetapi juga karena sokongan sosial mereka, akan menampakkan kegairahan dalam belajar jika mereka mempunyai hubungan yang akrab dengan guru maupun dengan teman sekelasnya.

Jadi dapat dikatakan bahwa suasana lingkungan belajar yang baik akan menimbulkan kegairahan siswa dalam belajar. Hal ini tentu saja akan meningkatkan pencapaian hasil belajar siswa.
Dari uraian di atas secara implisit dapat dikatakan bahwa lingkungan belajar mempunyai hubungan yang erat dengan hasil belajar siswa.

E.     Kerangka Konseptual
Dalam penelitian ini penulis ingin melihat hubungan antara suasana belajar siswa dalam kelas terhadap hasil belajar siswa Mata Pelajaran Fisika kelas X SMA Negeri 4 Kerinci. Secara skematis hubungan  variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


 





Gambar 1. Kerangka Konseptual

F.     Hipotesis
Sudjana (1998 : 213), menyatakan bahwa hipotesis adalah jawaban sementara mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk  menentukan atau mengarahkan dalam penelitian ini. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah : Terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi siswa tentang suasana belajar di dalam kelas dengan hasil belajar siswa Mata Pelajaran Fisika kelas I SMA Negeri 4 Kerinci.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian

 Sebagaimana yang dikemukakan oleh Arikunto (2010:4) pengertian penelitian deskriptif korelasional adalah, “penelitian korelasi adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan, tambahan, atau manipulasi terhadap data yang sudah ada”.
 Berdasarkan pendapat di atas, maka penelitian ini termasuk dalam penelitian ”Deskriptif” yang akan mendeskripsikan ”Bagaimana Hubungan Antara Persepsi Siswa Tentang Suasana Belajar di Dalam Kelas Dengan Hasil Belajar Siswa Kelas X pada Mata Pelajaran Fisika SMA N 4 Kerinci”. Untuk itu penulis berusaha mengungkapkan dan memahami kenyataan yang ada di lapangan sesuai apa adanya.

B.     Populasi, Sampel dan sempling
1. Populasi
Menurut Sudjana (1998: 5) mengemukakan, “Populasi adalah totalitas semua nilai memungkinkan hasil menghitung ataupun mengukur, kualitas maupun kuantitas / ciri-ciri tesebut mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya”.
Hal ini juga dikemukakan oleh Sugiyono (2002: 57) yang memberikan pengertian bahwa populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek dan subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.


 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas X pada Mata Pelajaran Fisika SMA N 4 Kerinci yang berjumlah 97 orang, dengan sebaran populasi dapat dilihat dalam tabel 2 di bawah ini.
               Tabel 2. Populasi
Kelas
Jumlah Siswa
X A
30
X B
32
XC
35
Total
97
               Sumber Data : Sekolah Menengah Atas Negeri  4 Kerinci.
2. Sampel
Arikunto (1998: 121) mengatakan Sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti). Sampel dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 4 Kerinci.

3. Sampling

                     Sampling adalah  suatu cara yang ditempuh dengan pengambilan sampel yang  benar-benar sesuai dengan keseluruhan obyek penelitian (Nursalam, 2008). menurut Suharsimi Arikunto (2010: 174) sampel adalah “sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. Sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari populasi. Hal ini karena populasi dalam penelitian ini kecil dari 100. Suharsimi Arikunto (2010: 95) mengatakan “Jika jumlah populasi atau subjek penelitian kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi”. Oleh sebab itu pengambilan sampel menggunakan metode total sampling yaitu seluruh populasi dijadikan sampel.

C.      Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2012: 60), “penelitian terdiri dari berbagai variabel, dimana variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajarai sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
1.    Variabel bebas (Independent) menurut Sugiyono (2012), merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (variabel terikat). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas (X) adalah suasana belajar siswa di dalam kelas.
2.    Variabel terikat (dependent) menurut Sugiyono (2012), merupakan variabel output, kriteria, konsekuen. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang merupakan variabel terikat (Y) yaitu Hasil belajar siswa.
D.    Jenis dan Sumber Data
1.      Jenis Data
a.       Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden penelian melalui daftar pertanyaan/kuisioner yang telah ditetapkan sebelumnya untuk mengukur variabel suasana belajar siswa dalam kelas.
b.      Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari tata usaha, ketua jurusan atau juga dari wali kelas berupa jumlah siswa dan hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 4 Kerinci .
    1. Sumber Data    
Sumber data primer diperoleh dari penyebaran kuesioner kepada seluruh siswa kelas X pada Mata Pelajaran Fisika SMA N 4 Kerinci yang menjadi responden penelitian. Sedangkan data sekunder diperoleh dari bagian tata usaha, ketua jurusan atau juga dari wali Kelas X pada Mata Pelajaran Fisika SMA N 4 Kerinci.



E.     Instrument Penelitian
1.      Bentuk Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner model skala likert untuk mengukur variabel tentang susana belajar siswa dalam kelas. Skala dalam bentuk kontinum yang terdiri dari empat kategori dan pernyataan angket bersifat positif dan negatif. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini:
Tabel 3. Bobot Pernyataan Sikap
Pernyataan Sikap
Sifat Pernyataan
Positif
Negatif
Sangat Setuju (SS)
Setuju (S)
Tidak Setuju (TS)
Sangat Tidak Setuju (STS)
4
3
2
1
1
2
3
4

2.      Penyusunan Instrumen
 Instrumen disusun melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a.       membuat kisi-kisi kuesioner berdasarkan variabel yang diteliti,
b.      menyusun butir pernyataan sesuai dengan kisi-kisi yang telah dibuat,
c.       mendiskusikan dan berkonsultasi dengan dosen pembimbing untuk memperoleh kesahihan konstruk butir, dan
d.      melaksanakan uji coba instrumen.
Adapun kisi-kisi instrumen penelitian dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini:
     Tabel 4. Kisi-kisi sebelum uji coba
Variabel
Indikator
Nomor Item
Suasana Belajar Siswa di Dalam Kelas
1.        Keakraban
2.        Formalitas
3.        Keefektifan waktu guru
4.        Lingkungan fisik
5.        Ketenangan
6.        Tidak pilih kasih
7.        Kesulitan3
8.        Kepedulia3an
9.        Demokrasi
10.     Kepuasan
11.     Keteraturan
12.     Kompetisi
13.     Tidak ada keragman
14.     Pengarahan tujuan pengajaran
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3

3.      Uji Coba Instrumen
Uji coba instrumen dilakukan dengan maksud untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan teruji tingkat kesahihan dan kehandalannya. Uji coba instrumen diambil di luar sampel penelitian yaitu dilakukan kepada guru di SMA Negeri 12 Kerinci yang berjumlah 30 orang.
1)      Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat valid atau sahih suatu instrumen. Suatu instrumen dapat dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. (Arikunto, 2002 : 45). Setelah angket disebarkan kepada 30 responden, maka uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kesahihan atau kevalidan sebuah instrumen. Pengujian validitas angket menggunakan program SPSS versi 20. Kriteria yang digunakan dalam menentukan validitas ini berdasarkan perbandingan   dengan  pada taraf signifikansi 5%. Jika nilai   >  maka butir pernyataan dinyatakan valid. Dengan uji coba ini akan diperoleh butir-butir instrumen yang sesungguhnya, sehingga diperoleh butir-butir yang layak untuk dijadikan alat ukur. Layak atau tidaknya alat ukur tersebut dapat diketahui dengan uji validitas dan uji relabilitas.
Uji validitas instrumen dilakukan sebanyak 3 putaran yang dilakukan terhadap 42 butir pernyataan. Pada putaran pertama sebanyak 6 butir pernyataan tidak valid. Jumlah butir yang tersisa sebanyak 36 butir dan harus diadakan putaran berikutnya. Pada putaran kedua jumlah butir pernyataan tidak valid sebanyak 1 butir sehingga butir yang tersisa sebanyak 35 butir, maka diadakan putaran berikutnya. Pada putaran ketiga tidak terdapat butir pernyataan yang gugur karena semua nilai Pearson Correlation lebih besar dari  yaitu 0,361 (n = 30). Maka dapat disimpulkan bahwa 35 butir pernyataan tersebut sudah valid.
                        Tabel 4. Kisi-kisi sebelum uji coba
Variabel
Indikator
Item Pernyatan
Item Gugur
Item Terpakai
Suasana Belajar Siswa di Dalam Kelas
1.        Keakraban
1,2,3
3
1,2
2.        Formalitas
4,5,6
6
4,5
3.        Keefektifan waktu guru
7,8,9

7,8,9
4.        Lingkungan fisik
10,11,12

10,11,12
5.        Ketenangan
13,14,15

13,14,15
6.        Tidak pilih kasih
16,17,18

16,17,18
7.        Kesulitan
19,20,21
19
20,21
8.        Kepeduliaan
22,23,24

22,23,24
9.        Demokrasi
25,26,27
25
26,27
10.     Kepuasan
28,29,30
29
28, 30
11.     Keteraturan
31,32,33

31,32,33
12.     Kompetisi
34,35,36
36
34,35
13.     Tidak ada keragman
37,38,39
39
37,38
14.     Pengarahan tujuan pengajaran
40,41,42

40,41,42

2)      Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui tingkat keandalan atau ketepatan suatu instrumen setelah diuji coba. Pada pengujian reliabilitas ini menggunakan rumus Cronbach’s  Alpha dengan bantuan program SPSS versi 22.00. Hasil Cronbach’s  Alpha yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan interpretasi koefisien nilai r11. Menurut Anas Sudijono (2015: 209) “Apabila nilai r11 lebih besar daripada 0,70 maka dinyatakan telah memiliki realibilitas tinggi”. Dari hasil pengujian reliabilitas variabel, maka pada putaran pertama diperoleh nilai Cronbach’s Alpha ≥ 0,7  yaitu 0,876. Pada putaran kedua didapatkan nilai Cronbach’s Alpha ≥ 0,7 yaitu 0,932. Selanjutnya pada putaran ketiga diperoleh milai  Cronbach’s Alpha ≥ 0,7  yaitu 0,933. Sehingga dapat disimpulkan  bahwa instrumen tersebut reliabel karena sudah memenuhi syarat sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian. Tingkat reliabilitas angket digunakan yang dikemukakan oleh Slameto (1995 : 215). Dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini:
                        Tabel 5. Klasifikasi indeks reliabilitas angket
No
Indeks Reliabilitas
Klasifikasi
1
2
3
4
5
0,00 < 0,20
0,20 < 0,40
0,40 < 0,60
0,60 < 0,80
0,80 < 1,00
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi

F.     Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1.     Kuesioner
Kuesioner diberikan kepada siswa Kelas X pada Mata Pelajaran Fisika SMA N 4 Kerinci untuk memperoleh informasi/data tentang suasana belajar siswa dalam kelas.
2.     Observasi
Observasi dilakukan melalui survey pada awal pelaksanaan penelitian untuk mengetahui masalah yang dapat mengganggu proses belajar mengajar di sekolah tersebut.
3.     Dokumenter
Dokumenter merupakan pengumpulan data yang diperoleh dari arsip-arsip yang ada. Data yang diperoleh berupa jumlah siswa Kelas X pada Mata Pelajaran Fisika SMA N 4 Kerinci. Dan nilai hasil belajar siswa diperoleh dari nilai harian, nilai mid semester dan nilai ujian akhir sekolah yang didapatkan dari guru-guru mata pelajaran, wali kelas.
G.    Teknik  Analisis Data
Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis untuk membuktikan hipotesis penelitian. Sebelum menganalisis data haruslah dilakukan uji persyaratan analisis statistik yaitu:
1.      Uji normalitas
Uji normalitas untuk mengetahui apakah sebaran berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas dilakukan terhadap masing-masing variabel X dan Variabel Y. Pengujian normalitas kedua variabel ini dilakukan dengan menggunakan uji Lilliefors yang telah diprogram dalam Program Paket Statistik Baku SPSS Versi 22.00. Taraf signifikasi yang digunakan sebagai dasar menolak atau menerima keputusan normal atau tidaknya suatu distribusi data adalah  Menurut Santoso (2000 : 102) pedoman dalam pengambilan keputusan kedua alat uji ini adalah jika nilai signifikasi ≤ 0.05 maka distribusi  tidak normal sebaliknya jika signifikasi ≥ 0,05 maka distribusi adalah normal.
Pengujian Lilliefors secara manual mengikut langkah-langkah yang dikemukakan Sudjana (2002 : 6-8) sebagai berikut:
a.       Pengamatan x1, x2, ……, xn dijadikan bilangan baku z1, z2, ……, zn dengan menggunakan rumus  dan s masing-masing merupakan rata-rata dan simpangan baku sample)
b.      Untuk tiap bilangan baku ini dan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F(Z1) = P(Z≤Z1).
c.       Selanjutnnya dihitung proporsi Z1, Z2,…….,Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(zi), maka
d.      Hitung selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya.
e.       Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih tersebut. Harga terbesar Lo.

f.       Membandingkan Lo dengan Ltabel.
3)      jika Lo Ltabel maka Ho ditolak artinya data berdistribusi normal.
4)      jika Lo Ltabel  maka Ho diterima artinya data tidak berdistribusi normal.
2.      Uji Homogenitas
Uji homogenitas variansi bertujuan untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi-populasi yang mempunyai varians sama atau tidak (homogen). Uji ini dilakukan dengan Levene Test. Menurut Santoso (2000 : 102) pedoman dalam pengambilan keputusan kedua alat uji ini adalah:
a.       Jika nilai signifikasi < 0,05 (taraf kepercayaan 95 %), maka data tidak homogen.
b.      Jika nilai signifikasi > 0,05 (taraf kepercayaan 95 %), maka data adalah homogen.
3.      Uji Linieritas
 Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel X dan Y bersifat linier atau tidak. Untuk uji itu digunakan uji Anova (Analisa of Varians) dengan rumus:
Keterangan:
F          =  Nilai F
RJKTC =  Rata-rata jumlah kuadrat tuna cocok
RJKC   =  Rata-rata jumlah kuadrat kesalahan (error)
     Menentukan variabel bebas mempunyai hubungan linear berdasarkan:
a.       Jika nilai signifikasi (deviation from linierity) < 0,05 (taraf kepercayaan 95 %), maka sebaran data variabel bebas tidak membentuk garis linear terhadap variabel terikat.
b.      Jika nilai signifikasi (deviation from linierity) > 0,05 (taraf kepercayaan 95 %), maka sebaran data variabel bebas membentuk garis linear terhadap variabel terikat.
4.      Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan teknik analisis korelasi sederhana untuk melihat hubungan antara suasana belajar di dalam kelas dengan hasil belajar siswa. Rumus yang digunakan dalam pengujian ini adalah rumus Korelasi Product Moment dengan rumus:
Untuk melakukan uji keberartian korelasi digunakan uji-t dengan rumus:  
Dimana:
Thitung =  Nilai t
R        =  Nilai koefisien korelasi
N       =  Jumlah sampel

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah:
HO = Tidak terdapat hubungan yang signifikasi antara persepsi siswa tentang suasana belajar di dalam kelas dengan hasil belajar siswa Kelas X pada Mata Pelajaran Fisika SMA N 4 Kerinci.





DAFTAR KEPUSTAKAAN
Arikunto. (2010: 4). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto. (2010: 174). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. (2010: 95). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, Syaiful. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Hamalik, Oemar. (1983).  Proses Belajar Mengajar. Bandung : Bumi Aksara

Muchtar, (1986). Faktor-Faktor Lingkungan Kelas yang Menghambat Keberhasilan Mahasiswa Dalam Bidang studi Matematika Pada SMA Negeri di Sumatera Barat. Padang: IKIP  Padang.

Mudzakir, Ahmad. (1995). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Pustaka Setia

Mulyasa, (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Paendidikan. Bandung: Rosda.

Nawawi, Hadari. (1983). Organisasi Sekolah dan Pengelolaan kelas. Jakarta: Gunung Agung.
Nursalam, (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika

Prayitno, Elida. (1989). Motivasi dalam Belajar. Dekdikbud Dikti  P2LPTK.

Purwanto, Ngalim. (1994). Psikologi Pendidikan Edisi 3. Bandung: Remaja Karya.
Riduwan dan Akdon. (2007). Rumus dan Data Dalam Analisis Statistika. Bandung: Alfabeta.

Slameto. (1995). Belajar dan  Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Bina Aksara.

Sumiawan, Conny. (1992). Pendekatan Ketrampilan Proses. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Jakarta.

Sudjana. (1998). Penelitian Dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.

Sudjana. (2002). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito

Sudjana, (2002) Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Sugiyono. (2002). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Santoso, Singgih. (2001). SPSS: Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: Gramedia
Sugiyono. (2008). Statistika Untuk Penelitian.Bandung : Alfabeta

Winkels. (1987). Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Gramedia.

www.google.com/cara mengajar yang diharpkan



 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar